Meningkatnya kesadaran tentang hak-hak masyarakat kelas pekerja telah menyebabkan pertumbuhan dan penerimaan luas terhadap konsep 'kesehatan dan keselamatan kerja' yang diperlukan karena alasan moral dan hukum serta alasan finansial. Kesehatan dan keselamatan pekerja dalam profesi atau pekerjaan apa pun sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas mereka. Kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut juga K3 memberikan kewajiban kepada Pengusaha untuk menjamin keselamatan seluruh pekerja yang bekerja pada dirinya dan terkait dengan perusahaannya terhadap segala bahaya kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita oleh seorang pekerja karena sifat pekerjaan yang dilakukannya. Ini adalah bagian dari bahaya pekerjaan.
Karena kesadaran yang menyebar terhadap penyakit akibat kerja dan upaya ILO (Organisasi Perburuhan Internasional) untuk melindungi pekerja dari bahaya tersebut, sebagian besar negara termasuk Uni Emirat Arab telah merancang undang-undang untuk melindungi dan menyediakan langkah-langkah keselamatan yang dilakukan oleh Pengusaha untuk pencegahan penyakit akibat kerja. penyakit akibat kerja. Pengaturan hukum hubungan perburuhan yaitu undang-undang federal no. 8 Tahun 1980 (selanjutnya disebut 'undang-undang') telah memuat langkah-langkah tersebut di dalamnya. Artikel ini membahas langkah-langkah yang perlu diambil oleh pemberi kerja untuk menjamin keselamatan pekerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja serta tanggung jawab Pengusaha terhadap pekerja jika pekerja tersebut didiagnosis mengidap penyakit akibat kerja.
Sebagai bagian dari tindakan keselamatan terhadap penyakit akibat kerja, undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan pekerja sarana perlindungan yang memadai terhadap bahaya cedera dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi selama bekerja. Langkah-langkahnya adalah seperti yang tercantum di bawah ini:
1. Tindakan pertama yang harus diambil oleh Pengusaha adalah mengenai kesadaran. Para pekerja harus disadarkan tentang bahaya dan penyakit akibat kerja yang mereka hadapi selama bekerja. Majikan harus di tempat yang menonjol di lokasi kerja memperlihatkan petunjuk rinci terkait dengan tindakan yang diambil untuk pencegahan kebakaran dan perlindungan pekerja dari bahaya yang mungkin mereka hadapi selama melakukan pekerjaan mereka. Instruksi tersebut harus disajikan dalam bahasa Arab dan bahasa lain yang dapat dipahami oleh para pekerja karena semua pekerja harus memahami instruksi tersebut.
2. Majikan wajib menunjuk dokter untuk pemeriksaan kesehatan lengkap dan pemeriksaan gejala penyakit akibat kerja setiap enam bulan. Hasil pemeriksaan tersebut harus dicatat oleh pemberi kerja. Departemen tenaga kerja harus diberitahu jika gejala penyakit akibat kerja muncul dalam laporan pemeriksaan pekerja mana pun.
3. Pengusaha wajib menyediakan sarana pelayanan kesehatan bagi pekerjanya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Sosial, dan bersama dengan Menteri Kesehatan.
4. Pengusaha juga berkewajiban untuk menerapkan semua tindakan keselamatan lainnya yang ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Sosial. Pekerja harus dilengkapi dengan peralatan dan pakaian keselamatan untuk tujuan perlindungan dari bahaya.
5. Selain itu, pengusaha juga harus menyediakan fasilitas pertolongan pertama bagi pekerjanya. Kebersihan dan ventilasi tempat kerja harus sesuai standar Kementerian Kesehatan. Penerangan yang layak, air minum dan fasilitas sanitasi yang higienis juga harus dipelihara di tempat kerja oleh pemberi kerja.
Jadwal no. 1 undang-undang mengatur daftar penyakit akibat kerja yang meliputi Keracunan timbal dan senyawanya, Keracunan merkuri dan senyawanya, Keracunan arsenik dan senyawanya, Keracunan antimon dan komponennya, Keracunan fosfor dan senyawanya, Keracunan oleh minyak bumi, produk-produknya, senyawa-senyawa dan produk-produknya, Keracunan oleh mangan dan senyawa-senyawanya, Keracunan oleh mineral-mineral belerang dan senyawa-senyawanya, Keracunan oleh minyak bumi, gas-gasnya, senyawa-senyawa dan produk-produknya, Keracunan oleh kloroform dan karbonat tetraklorida, Penyakit yang timbul karena radium atau zat radioaktif (sinar X), Penyakit kulit menahun, luka bakar pada kulit dan mata, Kerusakan mata akibat panas dan cahaya serta komplikasinya, Penyakit paru-paru akibat Debu Silika, Asbestos (debu Asbes) atau debu kapas, Antraks, Edema, Tuberkulosis dan Demam Tifoid.
Undang-undang ini selanjutnya memberikan keringanan kompensasi bagi pekerja jika didiagnosis mengidap penyakit akibat kerja. Bantuan pertama yang seharusnya diberikan oleh majikan adalah perawatan medis. Majikan menanggung seluruh biaya pengobatan pekerja di pusat kesehatan setempat milik pemerintah atau swasta sampai pekerja tersebut sembuh atau terbukti melalui pemeriksaan kesehatan bahwa pekerja tersebut cacat. Perawatan tersebut harus mencakup biaya rawat inap atau tinggal di sanatorium, pembedahan, rontgen dan analisis medis, obat-obatan dan peralatan rehabilitasi, serta penyediaan anggota tubuh palsu dan peralatan prostetik lainnya jika terjadi kecacatan. Majikan juga wajib menanggung seluruh biaya transportasi dalam proses pengobatan.
Apabila pekerja tidak dapat bekerja karena sakit, maka pemberi kerja harus memberikan kepadanya tunjangan sebesar upah penuh untuk seluruh masa pengobatan, atau untuk jangka waktu enam bulan bila jangka waktu tersebut habis. pengobatan lebih dari enam bulan. Tunjangan tersebut akan dikurangi setengahnya untuk jangka waktu enam bulan berikutnya atau sampai pekerja tersebut pulih sepenuhnya, dinyatakan cacat, atau meninggal dunia.
Undang-undang mengatur tentang kompensasi jika pekerja mengalami cacat sebagian secara tetap. Dalam hal demikian, undang-undang menetapkan jadwal dimana besaran santunan diberikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Dalam hal terjadi cacat tetap dan total, santunan yang diberikan sama dengan santunan yang diberikan apabila pekerja meninggal dunia karena bahaya atau penyakit akibat kerja. Apabila pekerja meninggal dunia maka keluarga pekerja akan diberikan santunan. Anggota keluarga yang diberikan santunan adalah orang-orang dalam keluarga yang sepenuhnya atau sebagian besar bergantung pada pekerja yang meninggal dunia. Oleh karena itu, penerima manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Janda (s).
2. Anak-anak yaitu :
A. Anak laki-laki yang berusia di bawah 17 tahun, yang berusia di bawah 24 tahun secara teratur terdaftar di lembaga-lembaga akademis, dan anak laki-laki yang cacat mental atau fisik sedemikian rupa sehingga mereka tidak mampu mencari nafkah sendiri. Yang dimaksud dengan “anak laki-laki” adalah anak laki-laki dari suami atau istri yang menjadi tanggungan pekerja yang meninggal dunia pada saat pekerja meninggal dunia.
B. Anak perempuan yang belum menikah termasuk juga anak perempuan yang belum menikah dari suami atau istri yang menjadi tanggungan pekerja yang meninggal dunia pada saat pekerja meninggal dunia.
3. Orang tua.
4. Saudara kandung sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan bagi putra dan putri.
Besarnya santunan yang diberikan apabila seorang pekerja meninggal dunia adalah sebesar upah pokok pekerja untuk jangka waktu 24 bulan. Jumlah santunan ini ditetapkan batas minimalnya yaitu delapan belas ribu dirham dan batas maksimalnya tiga puluh lima ribu dirham. Upah terakhir pekerja harus diperhitungkan saat menghitung upah pokok.
Kompensasi tersebut tidak boleh diberikan kepada pekerja dalam kasus berikut:
1. Pekerja dengan sengaja melukai dirinya sendiri untuk melakukan bunuh diri.
2. Pekerja dengan sengaja melukai dirinya sendiri untuk menerima sejumlah kompensasi.
3. Pekerja dengan sengaja melukai dirinya sendiri demi cuti sakit.
4. Pada saat terjadinya kecelakaan pekerja dalam keadaan dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan narkotika.
5. Pekerja dengan sengaja melanggar instruksi keselamatan dari pemberi kerja.
6. Pekerja terluka karena perbuatan tercela yang dilakukannya.
7. Penolakan pekerja tanpa alasan yang sah untuk menjalani pemeriksaan kesehatan berkala untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja.